Jumat, 07 September 2007

Pesta Emas Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ

Hari ini adalah pesta emas Julius Kardinal Darmaatmadja, SJ menjadi Jesuit. 50 tahun yang lalu tepatnya pada tanggal 7 September 1957, beliau masuk Serikat Yesus di Novisiat Girisonta, Ungaran Jawa Tengah, pada usia 23 tahun. Setelah menyelesaikan 2 tahun novisiat dan 2 tahun juniorat, beliau melanjutkan studi filsafatnya di India, tepatnya di Nobili College Pontifical Atheneum, di kota Poona. Masa-masa tahun orientasi kerasulan sebagai frater beliau habiskan di Seminari Petrus Kanisius Mertoyudan di Magelang. Lalu pada tahun 1966 sampai dengan 1970 beliau melanjutkan studi teologi di Kolese St. Ignatius Yogyakarta.

Beliau ditahbiskan menjadi imam pada 18 Desember 1969. Pada tahun 1971 penugasan beliau yang pertama sebagai imam adalah sebagai seorang Pastor Paroki di Kalasan. Tidak lama menjadi pastor paroki, beliau ditunjuk untuk menjadi socius magister dan pastor paroki di Paroki Girisonta. Bertugas sebagai Socius Magister adalah tugas untuk membantu Pater Magister mempersiapkan calon-calon Jesuit supaya dapat menghayati semangat hidup di dalam Serikat Yesus, Spiritualitasnya, dan juga panggilan hidup religious. Tugas lebih berat sudah menunggunya. Pada tahun 1978 beliau diangkat menjadi Socius Provinsial, sekaligus menjadi superior residensi provincial Serikat Yesus di Semarang, serta sekaligus juga Rektor Seminari Petrus Kanisius Mertoyudan. Tugas yang berat ini pun diembannya dengan kepemimpinan yang baik. Tidak mengherankan apabila pada tahun 1981 beliau diangkat menjadi Pimpinan Serikat Yesus Indonesia (sebagai Provinsial). Rupanya ada sesuatu yang lebih besar sudah menunggu Romo Darma. Beliau diangkat menjadi Uskup Agung Semarang, hanya 2 tahun setelah ditunjuk menjadi Provinsial Serikat Yesus.

Selama 13 tahun menjadi Uskup Agung Semarang, beliau sungguh mengembangkan Keuskupan menjadi Keuskupan yang semakin mantap dan mandiri. Tugas sebagai Uskup Angkatan Bersenjata pun juga beliau emban cukup lama. Kepemimpinan dan karisma pastoral beliau, sebagai uskup dan gembala sungguh memberi sumbangan besar bagi Gereja Katolik Indonesia. Peranannya yang sangat signifikan dalam kepemimpinan Gereja dan Pastoral ini menjadi faktor penting diangkatnya beliau menjadi Kardinal pada tahun 1994. Pada tahun 1996 beliau pun ditunjuk menjadi Uskup Agung Jakarta.

Berada di ibukota, membuat peran beliau tidak hanya sebatas Gereja saja. Beliau selama ini sangat aktif membina komunikasi dan dialog dengan pimpinan agama-agama lain. Beliau juga mengajak umat Katolik untuk selalu aktif di dalam masyarakat, membina relasi yang baik dengan umat beragama lain dan melakukan dialog kehidupan dengan semua orang.

Dalam sebuah kesempatan bercakap-cakap dengan beliau, saya mendapat kesan bahwa beliau memang seorang pemimpin yang selalu mencoba mencari solusi yang dialogis, lewat cara-cara yang halus dan komunikatif. Sebagai pemimpin, beliau nampaknya sangat memperhitungkan risiko berbagai macam keputusan dan tindakan yang diambilnya untuk banyak umat. Melihat permasalahan secara luas dan melihat akar-akarnya merupakan ciri khas beliau. Singkatnya, beliau merupakan pemimpin yang sabar, jernih hati dan budi serta tidak emosional. Itu sebabnya selama beliau menjadi Ketua KWI dan juga Uskup Agung Jakarta, beliau sungguh mau mengajak umat Katolik untuk berperan serta dalam perbaikan kehidupan sosial bernegara dan aktif dalam gerakan moral dan dialog dengan sesama. Seruan-seruan moral terhadap kekerasan, kecurangan politik dan juga kemerosotan moral selalu beliau serukan, juga bersama para pemimpin dari kelompok agama lain. Masih dalam ingatan kita bersama ketika Kardinal Julius bersama para pemimpin agama-agama di Indonesia mengadakan audiensi dengan Bapa Suci Joannes Paulus II di Vatikan sebagai sebuah bagian dari seruan moral bersama untuk menentang terjadinya perang di Irak. Perannya yang besar dalam gerakan moral dan dialog antar agama, terutama dengan kelompok-kelompok muslim sempat menjadi perhatian banyak wartawan asing pada saat konklaf pemilihan Paus yang lalu. John Allen, Jr dari National Catholic Reporter sempat menyebut-nyebutnya menjadi sosok yang bisa mengemban tugas sebagai Paus di jaman ini. Dalam tulisannya "Who Will be The Next Pope", John Allen, Jr, menyebut Kardinal Julius sebagai sosok yang rendah hati, sangat spiritual dan aktif dalam dialog dengan kelompok agama-agama lain.

Hari ini beliau merayakan 50 tahun sebagai Jesuit, yang artinya setengah abad perjalanan panggilan beliau sebagai seorang religius. Kita, Gereja Indonesia patut bersyukur atas rahmat panggilan yang dianugerahkan Tuhan kepada Gereja Indonesia lewat diri Kardinal Julius. Doa kita hari ini untuk kesehatan dan tugas-tugas beliau.

Ad Maiorem Dei Gloriam!


Bookmark Artikel Ini:
Digg Technorati del.icio.us Stumbleupon Google Share on Facebook! Reddit Blinklist Furl Spurl Yahoo Simpy

1 comments:

Anonim mengatakan...

Tulisan yang menarik, kawan!
Entah kenapa, saya pun merasa dekat dengan beliau walau sejatinya baru sekali-dua kali bertemu dalam forum besar...