Sabtu, 28 Juli 2007

Spiritualitas Orang Sibuk?

Seorang konsultan dalam The Happiness Project pernah mengatakan bahwa kunci kebahagiaan seseorang adalah ketika orang tersebut memiliki waktu tenang dan hening dengan dirinya sendiri.

Ini artinya, sejenak waktu untuk merefleksikan hidup (= melihat kembali), dan menatap langkah ke depan merupakan faktor penting dalam menjalani hidup yang bahagia. Waktu tenang ini kadang mengingatkan kita bahwa hidup itu penuh makna, dan semakin membuka mata kita akan banyak kebaikan dan cinta di dalamnya dari orang-orang di sekitar.

Problem mendasar orang jaman ini adalah bahwa kita tidak lagi dikondisikan untuk berani “berenang” di dalam keheningan. Terus sibuk, bekerja atau dipenuhi berbagai macam informasi lewat televisi, internet, media massa, music dll menjadi tantangan real orang jaman ini untuk menyadari betapa pentingnya waktu hening penuh refleksi.

Hanyut di tengah kesibukan, atau menjadikan diri sibuk, dalam masyarakat dewasa ini rupanya lambat laun menjadi sebuah gaya hidup. Kita selalu ingin sibuk atau paling tidak terlihat sibuk. Sibuk atau hanyut dalam kesibukan tanpa disadari sudah merupakan sebuah simbol status. Setiap kali kita mengatakan pada orang lain “Wah saya sibuk” kita seolah-olah mau mengatakan kepada orang lain bahwa hidup kita sungguh berhasil, karir kita maju pesat dan hidup kita merupakan sesuatu yang hebat dan berharga, dengan harapan orang lain akan menghargai kita, memandang kita sebagai orang yang berhasil. Mantra yang kita hayati dalam masyarakat yang super sibuk adalah “Kalau saya sibuk dengan demikian saya baik-baik saja”, atau “Sibuk itu baik, Semakin Sibuk lebih baik”

Bila kita terlihat sibuk seringkali memberi kesan yang sangat impresif dan mengagumkan bagi orang lain. Orang akan terkesan bahwa kita sangat fokus dengan pekerjaan kita, produktif dan efisien, penuh vitalitas dan bersemangat. Namun, terlihat sibuk atau menyibukkan diri, kadang dalam realitas yang terdalam seringkali menyembunyikan rasa bingung, tidak percaya diri, dan ketakutan. Dalam situasi yang demikian, terlihat sibuk atau hanyut dalam kesibukan hanyalah sebuah outlet atau pelarian dari sebuah ketakutan dan sikap tidak percaya diri seseorang, atau pelarian dari sebuah unfinished business dalam hidup seseorang. Singkatnya, sibuk kadang menjadi sebuah defense mechanism psikologis.

Menyibukan diri atau memiliki jadwal yang sibuk memang membuat diri kita merasa penting, tetapi apakah yang kita sibukkan itu memang sesuatu yang penting dan esensial dalam hidup kita??

Dalam masyarakat yang sibuk dewasa ini, tak jarang kesibukan justru malah menyesatkan diri kita. Kesibukan kita seringkali menjadi batu sandungan bagi majunya relasi kita, karir kita dan juga hidup kita. Hidup yang selalu sibuk tidaklah selalu berarti hidup yang berarti. Jadwal harian yang padat dan sibuk bukanlah bukti kesuksesan kita ataupun jaminan untuk sukses. Tentunya kita semua menyadari bahwa seringkali hidup kita yang sibuk ini selalu diawali dengan sebuah intensi yang sangat mulia, menunjukkan sebuah komitmen kita kepada pekerjaan atau misi yang kita emban. Namun seringkali di tengah perjalanan kita justru ditelan oleh kesibukan tersebut sehingga lupa apa yang benar-benar penting, real dan luhur dalam hidup kita. Kita begitu terobsesi dengan jadwal harian kita, tertelan oleh ritme harian, kecanduan pola hidup cepat yang akhirnya menutup mata hati kita akan sisi lain yang indah dan benar-benar berharga dalam hidup ini. Mungkin benar dalam masyarakat sekarang ini, bahwa “We are too busy to be happy”

Hidup di tengah-tengah kesibukan atau hanyut di dalamnya seringkali membuat kita tidak menghayati hidup kita dengan sungguh baik. Di dalamnya tidak ada keheningan dan kedalaman hidup karena kita cenderung untuk terus bergerak dan sibuk. Tidak ada kata “berhenti” bagi kita yang sudah hanyut dan kecanduan akan kesibukan dan kerja keras. Kita takut berhenti barang sejenak karena kita takut kehilangan waktu dan juga takut tertinggal dalam karir dan kesempatan. Ketakutan untuk berhenti barang sejenak menumpulkan kemampuan kita untuk peka akan sesuatu yang sebenarnya kita rindukan dalam hidup ini, membuat kita lupa apa yang benar-benar penting dalam hidup. Akhirnya kita lupa bahwa dalam hidup ini ada berbagai macam pilihan dan bahkan lupa akan makna hidup yang sesungguhnya.

Menumbuhkan kemampuan untuk “berhenti” dari kesibukan merupakan sesuatu yang perlu disadari dan dilatih dalam hidup ini, terutama bagi kita yang selalu sibuk atau hanyut dalam kesibukan. Berhenti sejenak dari kesibukan akan kembali memberi inspirasi hidup, memperbaharui arti dan makna hidup kita, menimba kebijaksaan dari pengalaman kita dan sekaligus belajar daripadanya.

Dalam spiritualitas Ignasian, berhenti sejenak dalam aktivitas hidup sehari-hari dan di dalam keheningan melihat kembali jalan hidup kita bersama terang rahmat Tuhan merupakan sesuatu yang amat vital sekaligus mendasar. Di sinilah jantung spiritualitas Ignasian mulai berdetak dan memberi vitalitas hidup pada setiap peristiwa hidup kita. Disinilah makna "Menemukan Tuhan Dalam Segala - Finding God in All Things" menjadi nyata.

Mungkin ilustrasi menarik yang berkaitan dengan hal ini adalah Balap Mobil Formula 1. Salah satu strategi penting dalam memenangkan lomba jet darat ini adalah strategi pit-stop. Tak peduli betapa hebatnya sang pembalap sekelas Michael Schumacher, atau betapa cepatnya mobil Ferrarinya, sang pembalap tidak akan bisa memenangkan lomba apabila tidak didukung dengan strategi pit-stop yang jitu. Seorang pembalap dan juga crew balapan harus tahu kapan saat yang tepat untuk berhenti: mengganti ban, mengisi bahan bakar, dan berstrategi. Formula 1 adalah balapan adu strategi dan kecepatan, dan strategi pit-stop sangat sering menentukan hasil lomba.

Berhenti sejenak dari kesibukan akan membuat hidup kita menjadi lebih inspiratif dan membuat kita menjadi semakin lebih bijak dan dewasa menghayati hidup ini. Berhenti akan membuat kita belajar dari hidup kita, belajar dari kesalahan-kesalahan kita dan akhirnya justru akan memperkaya hidup. Dalam keheningan, kita bisa merasakan kedalaman hidup dan mengalami bahwa Tuhan begitu baik.

Pada titik inilah, spiritualitas dalam hidup kita mendapat awal pijakannya.


Bookmark Artikel Ini:
Digg Technorati del.icio.us Stumbleupon Google Share on Facebook! Reddit Blinklist Furl Spurl Yahoo Simpy

3 comments:

Dian Adi Widiyanto mengatakan...

Terima kasih atas tulisan ini , memberikan ruang untuk merefleksikan diri . Terima kasih

Unknown mengatakan...

ada saran bahwa bisakah warna backgroundnya di ganti menjadi yang lebih berwarna

Anonim mengatakan...

ada saran bahwa bisakah warna backgroundnya di ganti menjadi yang lebih berwarna